Zakat dan Wakaf Memperkuat Visi Besar Ekonomi Syariah
November 25, 2024 2024-11-25 10:50Zakat dan Wakaf Memperkuat Visi Besar Ekonomi Syariah
Zakat dan Wakaf Memperkuat Visi Besar Ekonomi Syariah
Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi)
Tanpa dukungan zakat dan wakaf, visi besar ekonomi Syariah Indonesia bisa memperlambat proses pertumbuhannya. Dan kontribusi ekonomi Syariah yang telah ditetapkan, hanyalah akan menjadi jargon semata. Termasuk soal percepatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan umat Islam hanya akan menjadi sebuah fatamorgana.
Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar didunia mempunyai potensi zakat sebesar Rp 233,8 triliun. Namun dari potensi yang besar tersebut, baru 2,3 persen atau sekitar Rp 10 triliun yang bisa dikelola. Walaupun begitu, penghimpunan dana zakat secara nasional terus mengalami pertumbuhan di setiap tahunnya. Rata-rata pertumbuhan zakat di Indonesia di setiap tahunnya mencapai 24 persen.
Dari waktu ke waktu dana penghimpunan zakat terus tumbuh, saat ini tercatat dalam statistik zakat ada 572 Organisasi Pengelola Zakat yang terdiri dari Baznas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Organisasi-organiasi ini diperkirakan melibatkan amil dalam aktivitasnya hingga 11 ribu lebih yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Mereka ini semua selain berfungsi sebagai amil zakat, di lapangan bisa pula bertransformasi jadi agen kebaikan untuk percepatan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat.
Jumlah penghimpunan dan SDM amil yang tidak kecil ini sejatinya bisa dimanfaatkan dan diselaraskan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Program-program pendayagunaan zakat saat ini terus mengalami inovasi. Dari yang tadinya didominasi program-program charity, kini perlahan bergeser ke arah pemberdayaan.
Program-program yang ada juga semakin meluas untuk program-program yang sifatnya strategik. Contohnya seperti ketahanan keluarga, pemberdayaan ekonomi, penguatan lingkungan hidup maupun program strategik lainnya yang mengarah pada terciptanya perdamaian, harmoni kehidupan serta pada terciptanya pemahaman Islam yang washatiyah.
Dalam penyalurannya, zakat memiliki peran yang sangat strategis, baik bagi mustahik maupun bagi pembangunan nasional. Dalam penyalurannya untuk mustahik, zakat merupakan ujung tombak peningkatan kualitas kehidupan para mustahik. Sedangkan dalam kaitannya dengan pembangunan, zakat bisa berfungsi sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan.
Dalam statistik zakat 2019, tercatat dana ZIS yang dikelola disalurkan kepada 23.505.660 mustahik. Dana ini disalurkan pada mereka melalui 5 program yaitu: ekonomi, pendidikan, dakwah, kesehatan dan sosial kemanusiaan. Dalam sosial kemanuasiaan ini termasuk dalam bencana dan musibah yang terjadi, baik bencana alam, maupun bencana sosial lainnya.
Sebagaimana kita tahu, zakat dalam praktiknya, bukan hanya soal penunaian ibadah umat Islam. Ia juga menjadi instrument keuangan sosial umat. Dengan potensinya yang cukup besar, zakat (dan juga wakaf) dapat menjadi sarana untuk mendukung program moderasi beragama. Zakat diharapkan juga mampu mengurangi pandangan-pandangan ekstremisme, radikalisme serta ujaran-ujaran kebencian (hate speech) yang bisa berdampak pada retaknya hubungan internal umat maupun antar umat beragama.
Zakat dalam implementasinya, selain mengurangi gap antara orang-orang kaya dengan mereka yang berkategori miskin, juga memungkinkan untuk membangun perekonomian, baik di perkotaan maupun pedesaan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang baik sendiri, jangan sampai menyisakan ketertinggalan berlebihan dari orang-orang miskin yang tak mampu menjadi bagian kemajuan. Pembangunan nasional diharapkan berakar kuat pada pemberdayaan masyarakat sehingga, masyarakat adil dan makmur benar-benar terwujud dan menjadi kenyataan.
Dari pembangunan yang penuh harmoni dengan sendirinya akan melahirkan kesadaran beragama yang baik, penuh toleransi dan saling menghormati. Sebaliknya, bila pembangunan yang dilakukan justru memicu dalamnya kesenjangan, ia akan melahirkan ketidakharmonisan dan pada akhirnya bisa memicu renggangnya hubungan antar elemen dalam struktur masyarakat, baik di internal umat Islam maupun dengan sesama umat beragama.
Ketidakharmonisan juga berisiko mendorong munculnya persoalan serius dalam perdamaian antar umat beragama di Indonesia. Dan hal ini berdampak munculnya ancaman pada persatuan dan kesatuan bangsa, baik dalam kehidupan beragama dan bernegara.