fbpx

Blog

Makna Kebahagiaan bagi Amil

31izi-nana-1686028570-1092045741
Opini

Makna Kebahagiaan bagi Amil

Spread the love

Oleh: Nana Sudiana, Direktur Utama Akademizi dan Associate Expert Forum Zakat (FOZ)

Kehidupan amil sejatinya penuh warna. Kadang, tak mulus dan beragam masalah menerpa. Walau begitu, tetap saja seorang amil kehidupannya penuh makna. Dibalik kelemahan yang tampak dalam kehidupan para amil, ternyata ada ketegaran yang sama dalam menjalani kehidupan mereka.

Kehidupan amil di tengah dinamika lembaganya masing-masing adalah kehidupan yang tak sekedar hidup. Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Kata Buya Hamka: “Kalau manusia hidup cuma sekadar hidup, babi pun bisa melakukannya. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja.”

Ungkapan Buya Hamka yang dalam tadi, memberikan gambaran bahwa antara manusia dengan binatang tentu saja memiliki derajat yang berbeda. Walau sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Bedanya manusia memang makhluk yang istimewa karena dikarunia akal sehat dan kearifan. Manusia tak hanya dibekali insting layaknya binatang. Dalam kehidupan manusia, juga amil zakat di dalamnya, tak hanya hidup untuk makan, tidur dan berkembangbiak, toh binatang pun bisa melakukannya juga. Harus ada makna dan nilai lebih yang dimiliki seorang manusia dalam hidupnya.

Lalu, apa makna kehidupan bagi seorang amil zakat?. Dalam aspek psikologi, kehidupan yang bermakna (meaningfull life) adalah gagasan yang berkaitan dengan tujuan, makna, pemenuhan, dan kepuasan hidup. Bila seorang manusia mampu menemukan makna sejati dalam kehidupannya, ternyata amat besar manfaatnya bagi masa depannya. Orang-orang yang pada akhirnya mampu memiliki makna dalam kehidupannya, umumnya ditemukan lebih bahagia, memiliki tingkat emosi negatif yang lebih rendah, dan memiliki risiko lebih rendah terkena penyakit mental. Luar biasa bukan?.

Para amil adalah jenis manusia yang hidupnya hampir serupa dengan para da’i. Mereka rela berkorban dan bahkan biasa mendahulukan kebahagiaan hidupnya bagi orang lain. Bisa jadi memang setiap amil zakat berbeda proses dan waktunya, namun ujungnya ternyata tak jauh berbeda.

Seorang amil zakat, begitu lahir ke dunia dan lalu berproses menjadi dewasa bisa jadi tak bercita-cita jadi seorang amil. Namun begitu takdir mempertemukannya dengan amil sebagai profesi hidupnya, maka, mau tidak mau ia harus memaknai dengan baik kehidupan amil ini. Termasuk menyiapkan diri untuk menerima dengan ikhlas kehidupan barunya sebagai amil zakat. Dengan keikhlasan, insyaallah dadanya akan lapang dan mudah menerima beragam dinamika, termasuk apapun gejolak yang muncul serta godaan yang mengajak meninggalkan dunia amil.

Seseorang yang baru masuk dunia amil zakat, layaknya sebuah handphone baru. Begitu keluar dari dusnya, dan dinyalakan ia akan mencari sinyal. Ketika sinyal berhasil ditemukan, barulah handphone itu bisa disebut berfungsi dengan baik. Ia akan langsung mencari koneksi dengan handphone atau perangkat lainnya untuk berkomunikasi dan menjalankan fungsi-fungsi lainnya. Begitupun kehidupan seorang amil, ia harus menemukan amil zakat lainnya dan barulah ia akan memiliki fungsi yang sempurna.

Sebelum terkoneksi dengan amil yang lain, ia akan tak berdaya, bahkan dianggap berbeda dengan kehidupan manusia lainnya. Yang mampu menerima dan memahami makna hidup seorang amil, tentu saja adalah mereka yang hidup dan beraktivitas di dunia yang sama, yakni gerakan zakat Indonesia. Makna kehidupan apa yang seharusnya dicari seorang amil, akan langsung terasa dan mewujud nyata bila seseorang melihatnya langsung ditengah kehidupan para amil. Mereka, para amil, sejatinya juga dengan mimpi-mimpi layaknya manusia biasa, namun yang luar biasa, mimpi-mimpi mereka adalah lebih untuk memuliakan sesama.

Leave your thought here

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: