Alasan Amil Masih Bertahan di Lembaga Zakat
November 23, 2023 2023-11-23 9:56Alasan Amil Masih Bertahan di Lembaga Zakat
Alasan Amil Masih Bertahan di Lembaga Zakat
Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)
Penyebab utama sejumlah amil bertahan adalah tantangan yang dirasakan melihat demikian tinggi gap sosial yang terjadi. Di tengah laju pembangunan dan tumbuhnya kelas menengah Indonesia ternyata kemiskinan juga tak terbendung untuk terus tumbuh, baik dari sisi jumlah maupun penyebaran lokasi. Kota-kota yang tumbuh pesat dan menebarkan pesona kemewahan, ternyata tak sanggup menampung ribuan orang miskin yang hidup tanpa skill dan bekal pendidikan memadai. Mereka inilah yang akhirnya menempati kelas paling bawah di antara penghuni kota. Mereka dengan tanpa pilihan harus rela menjadi remah-remah di kue pembangunan kota-kota besar yang kian hari menjadi kian megah. Sayangnya, kemegahan tak bisa dinikmati orang-orang miskin, malah kemegahan seolah alerg dengan kekumuhan yang disebabkan kemiskinan hidup orang dhuafa yang tak memiliki kesempatan hidup lebih baik.
Energi untuk menjadi bagian dari perbaikan kehidupan inilah yang menyatukan cara pandang dan visi sejumlah amil. Mereka dengan segala keterbatasan sumber daya dan kemampuan memilih tampil ke depan menjadi tonggak dan penggerak perubahan. Apakah mereka ini tak punya derita dan masalah dalam hidupnya sehingga memilih menjadi penggerak perubahan? Tentu saja, sebagai manusia biasa, orang-orang ini tak semua berpunya, cerdas, dan dari golongan yang mulia.
Sebagian dari amil yang memilih jadi penggerak perubahan ini bahkan di masa kanak-kanaknya dibesarkan juga oleh impitan derita dan kemiskinan. Demikian kental kemiskinan dan keterbatasan diderita oleh sejumlah amil pada masa kecilnya, semua ini justru membuat mereka tak hanyut dalam penderitaan. Mereka ini malah tumbuh dengan semangat juang yang utuh untuk menjadi bagian dari penderitaan yang orang-orang dhuafa rasakan, termasuk diri dan keluarganya.
Para amil yang lahir tak sempurna dari belaian kasih sayang dan kecukupan harta ini, uniknya, tidak melahirkan dendam sosial dan perlawanan terhadap ketidakadilan hidup yang dirasakan. Para amil ini justru kebesaran jiwanya tumbuh untuk membantu sesama dan tak membiarkan orang lain menderita. Dan di balik kebesaran jiwa yang kuat mengakar dalam dirinya, tumbuh pula kegigihan dan pengorbanan yang kuat untuk memajukan orang lain agar tak lagi jadi bagian dari kemiskinan.
Harus diakui, memang tak semua penggerak perubahan sempurna sebagai amil sejati. Ada dari mereka yang memiliki kelemahan bahkan kekurangan secara nyata. Namun, dengan kekuatan perkawanan sesama amil yang terus dikuatkan akarnya, sejumlah keterbatasan tersebut diatasi bersama-sama. Inilah barangkali salah satu kunci mengapa iklim perkawanan di gerakan zakat Indonesia demikian kuat dan terus terpelihara dari tahun ke tahun. Jawabannya tak lain adalah karena gerakan zakat Indonesia sesungguhnya rentan dengan perubahan. Perubahan bisa terjadi kapan saja datangnya dan arahnya pun bisa dari mana saja. Entah ada perubahan regulasi, perubahan struktur di lembaga masing-masing, maupun perubahan isu-isu lainnya di lanskap kebijakan ekonomi, sosial politik, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh terkait adanya kebijakan pemerintah yang akan memotong zakat aparatur sipil negara (ASN). Isu ini, sejak kali pertama digulirkan, sudah menyedot perhatian para aktivis zakat. Apakah kebijakan pemerintah ini positif bagi gerakan zakat? Menurut saya pribadi, kebijakan tersebut justru berisiko tinggi bagi gerakan zakat secara keseluruhan. Coba saja hitung ada berapa banyak muzaki berstatus ASN di organisasi pengelola zakat? Bila selama ini mereka loyal menjadi muzaki di berbagai lembaga zakat yang ada, apakah mereka ini harus berhenti dan mengalihkannya demi mematuhi regulasi yang dibuat pemerintah? Lalu bagaimana dampaknya bila ternyata urusan zakat ASN ini memicu antipati publik terhadap gerakan zakat? Zakat yang selama ini telah dimaknai kewajiban syariat yang pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing individu, baik selaku ASN ataupun bukan, tiba-tiba yang ASN harus diatur penyalurannya. Padahal, di Undang-undang Pengelolan Zakat No. 23 Tahun 2011, tak ada sama sekali pengaturan muzaki ini. Coba saja dicari, ada di bab, pasal, dan ayat yang mana yang menyatakan bahwa bagi orang yang telah memenuhi syarat dan ketentuan berzakat (nishab dan haul terpenuhi) lalu ia tidak berzakat, maka ia akan dikenakan sanksi? Bila ini dicantumkan, pastilah potensi zakat benar-benar bisa lebih tergali optimal.
Di balik ribuan amil zakat yang memilih diam ataupun tak bersuara terhadap isu zakat ASN ini, ketahuilah bahwa mereka yang tersebar dari Aceh hingga Papua sebenarnya tidak buta akan realitas yang sedang diperbincangkan. Mereka juga bukan tak terpanggil untuk berkomentar dan memberikan opini. Mereka teramat hati-hati moniaga agar dunia zakat terus bisa tenang dan tak ingar-bingar dengan berbagai cara pandang dan perspektif yang berbeda satu sama lain. Mereka bukannya tak paham pro dan kontra yang berlangsung di banyak media. Mereka juga bukannya tak memiliki rasa takut dalam hati.
Namun, semangat mereka untuk berbuat lebih banyak bagi orang lainlah yang menguburkan ketakutan dan kekhawatiran yang tumbuh dalam jiwa mereka. Mereka menyadari betul siapa mereka, termasuk segala kekurangannya. Akhirnya, sebagian besar dari mereka memilih terus bekerja di kedalaman dan kerumitan masing-masing bagian demi meringankan beban dan kesulitan para dhuafa dan orang- orang miskin yang kadang dilalaikan untuk dibela dan dimuliakan banyak pihak. Mereka tetap bersahaja di jalur penggerak perubahan kendatipun mereka sendiri tak selalu menyebutnya demikian.