fbpx

Blog

Tantangan Pimpinan Lembaga Zakat

thumbnail-2-1704685277-1589416018
Opini

Tantangan Pimpinan Lembaga Zakat

Spread the love
Spread the love

Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)

Kepemimpinan adalah soal keseharian. Di mana pun dan kapan pun kita berada, tak bisa dihindari pasti akan bertemu soal kepemimpinan. Kepemimpinan, walau sekecil apa pun skalanya, tetap saja akan terasa nyata dan terlihat fungsinya. Kepemimpinan memang telah melekat erat dengan keseharian hidup manusia, baik dalam kehidupan di rumah, ketika bermasyarakat, berorganisasi, ataupun dalam skala besar ketika hidup dalam lingkup negara.

Kepemimpinan dalam Islam disebut dengan imamah. Imamah ini dasar katanya “imam” yang berarti “pemimpin”. Kedudukan pemimpin dalam Islam sangatlah penting, bahkan statusnya fardu kifayah. Dalam soal ini, setiap Muslim akan berdosa apabila tidak adanya seorang pemimpin pun yang hadir di tengah mereka. Pembebanan hukum tentang kepemimpinan ini akan terbebas manakala salah seorang dari Muslimin ada yang terpilih salah satu atau beberapa orang sesuai tingkatan dan kebutuhannya untuk menjadi pemimpin di masing- masing formasi yang ada.

Kepemimpinan Islam idealnya berkorelasi dengan besarnya kemanfaatan. Hal ini seiring dengan salah satu makna zakat, yakni an-numuw. Arti an-numuw adalah “tumbuh”, maknanya akan semakin kuat manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang dipimpinnya. → Karena itu, baik buruk sebuah masyarakat dipengaruhi oleh para pemimpinnya. Menjadi pemimpin, sejatinya, tidaklah mudah, apalagi bila melihat bobot tanggung jawabnya yang jauh melebihi dari yang dipimpin. Namun, tentusaja kita juga tak bisa menolak amanah kepemimpinan yang dipercayakan pada kita. Walau sekecil apa pun lingkupnya, kepemimpinan memerlukan perhatian dan fokus lebih.

Besar kecil lingkupnya pada dasarnya hanyalah masalah ukuran karena formulasinya tetaplah sama. Amanah butuh pembuktian kemampuan dan butuh penunaian tanggung jawab.

Dalam konteks gerakan zakat dewasa ini, tantangan ke depan semakin tak mudah. Para pimpinan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) semakin tak gampang dalam memimpin lembaganya masing-masing. Kepemimpinan di internal organisasi bukan lagi ditentukan oleh ada di level mana organisasinya berada, namun seberapa bisa sang pemimpin mampu menunjukkan kapasitas dan kualitas diri. Tantangan yang ada adalah justru seberapa serius iklim kepemimpinan hadir darı membangun kualitas layanan dan komunikasi para stakeholder organisasinya? Bagaimana organisasi menunjukkan kemampuan dan kapasitasnya di hadapan setiap persoalan yang dihadapi? Kemampuan kepemimpinan akan terlihat dari cara dan metode organisasi dan seluruh sumber daya dalam merespons maupun beraktivitas, baik yang sifatnya reguler ataupun non-reguler (seperti ketika ada bencana atau musibah yang terjadi dan memerlukan bantuan segera).

Menjadi pemimpin di organisasi pengelola zakat jelas bukan tanpa risiko. Ada sejumlah konsekuensi yang harus diterima seorang pemimpin, yang positif maupun negatif. Risiko sebagai pemimpin OPZ adalah akan diikuti, bahkan tak sekadar hal-hal baiknya saja, yang negatif pun bisa jadi akan tertular tak sengaja dan bisa diikuti jajaran anak buah. Bila baik, tentu akan memberikan dampak kebaikan yang luas.

Dalam Islam, tentu saja dampak luas ini selaras dengan amal jariyah, yang pahalanya tak akan habis walau orang yang pertama kali membuat kebaikan tersebut meninggal dunia. Sebaliknya, bila ketika hidup ternyata seorang pemimpin mewariskan ketidakbaikan, lalu diikuti oleh para bawahan, maka dosanya juga bukan tak mungkin akan tetap mengalir.

Pada masa lalu, boleh jadi, risiko yang harus ditanggung para pemimpin organisasi pengelola zakat tidaklah besar. Apalagi ketika pemimpin yang ada ketika itu termasuk model kepemimpinan karismatik. Pemimpin seperti ini umumnya cukup dihormati dan dicintai para pengikut. Kepemimpinan karismatik melahirkan situas panutan dan pengikut. Tak banyak bantahan apalagi sangalun dari mereka yang dipimpin. Mereka yang dipimpin bisa jadi malah kebablasan mengikuti apa saja yang diajarkan dan dilakukan sang pemimpin. Dan kadang ketika hal ini terjadi, pemimpin malah menikmati situasi ini sebagai sosok yang diagungkan.

Menjadi pemimpin di OPZ memang tak mudah. Saat yang sama, ia pun harus realistis bahwa ia tak mungkin bisa menyenangkan semua orang, baik yang dipimpinnya maupun rekan sejawatnya ataupun para pimpinan lain yang ada. Tentu saja menjadi teramat berat jika para pemimpin OPZ diharuskan mampu memenuhi seluruh keinginan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Kendatipun seorang pemimpin OPZ dianggap mampu berbuat adil, jujur, mampu mengayomi semuanya, amanah, sabar dan ikhlas, pada dasarnya ia tak sanggup membuat seluruh orang yang dipimpinnya merasa puas. Tetap saja ada sejumlah keterbatasan yang melekat pada diri sang pemimpin, entah yang sifatnya manusiawi ataukah yang karena soal teknis.

 

Leave your thought here

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: