fbpx

Blog

Cara Bijak Mengelola Living Cost Haji

thumbnail-4-1686210215-298280719
Haji

Cara Bijak Mengelola Living Cost Haji

Spread the love

Oleh : Nana Sudiana (Jama’ah Haji 2023 & Direktur Akademizi)

Tahun ini, living cost jamaah haji lebih kecil dari tahun sebelumnya, yakni senilai 750 Riyal atau setara dengan hampir Rp 3 juta. Padahal tahun sebelumnya sebesar 1.500 Riyal atau setara Rp 6 juta.

Dengan jumlah uang 750 riyal untuk membantu keperluan jama’ah haji selama 40 hari lebih, tentu saja diperlukan pengelolaan yang cermat. Bukan hanya harus hemat dan menggunakan sesuai prioritas, namun juga diperlukan kemampuan pengelolaan yang baik. Namun hal ini tidak berarti jama’ah harus mempersulit diri, bahkan abai dalam aspek kesehatan dan keselamatan terhadap diri mereka selama berhaji.

Saat yang sama, bagi jama’ah haji, living cost sendiri tak semata bersumber dari biaya haji sendiri yang dikembalikan pemerintah ke jamaah, namun juga bisa berasal dari uang sendiri yang dimiliki dan dibawa jama’ah, baik dalam bentuk cash maupun non-tunai (rekening tabungan di bank).

Setidaknya, ada 5 tips sederhana yang bisa dilakukan jamaah haji agar living cost yang dimiliki-nya bisa lebih optimal dan berdaya guna.

Pertama, membuat perencanaan yang baik sejak awal

Uang saku atau living cost diberikan saat jemaah tiba di asrama haji, sebelum berangkat ke tanah suci. Sejak awal jamaah haji harus memiliki perencanaan yang baik untuk apa saja uang tersebut digunakan. Secara umum, ada dua kebutuhan, yakni kebutuhan pokok atau prioritas dan kedua kebutuhan tambahan.

Kebutuhan pokok atau prioritas digunakan untuk beribadah qurban dan bayar denda (dam), untuk biaya harian (tambahan makan/minum) di luar jatah makan yang diberikan Kemenag serta untuk biaya tarwiyah (bila memilih opsi tarwiyah) serta ziarah madinah/mekkah. Adapun biaya kebutuhan tambahan bisa untuk kuliner tambahan sekitar hotel atau bila masih ada sisa, buat oleh-oleh untuk dibawa pulang.

Sebenarnya, dengan jumlah 750 riyal, untuk biaya dam, tarwiyah dan ziarah, tak banyak sisa yang dimiliki. Belum lagi iuran rombongan atau regu (kalau ada). Saya dan rombongan dari Kota Semarang, malah secara angka justru minus sejak awal. Karena untuk dam dan ziarah sekitar 550 riyal dan nanti untuk tarwiyah sekitar 200-300 riyal.

Kedua, menyiapkan barang-barang tertentu sebagai bekal sebelum berangkat

Sejak awal konsep biaya living cost adalah biaya hidup selama jemaah haji melaksanakan Ibadah haji. Namun dengan kebutuhan konsumsi berupa makan dan minum jamaah haji telah disediakan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, berupa makan tiga kali sehari, maka urusan konsumsi jamaah menjadi lebih ringan.

Biaya yang dikeluarkan paling untuk membeli tambahan bumbu-bumbu, makanan kecil, kurma, buah-buahan tambahan serta keperluan kecil lainnya. Menjadi makin hemat bila sejak awal, jamaah telah dengan cermat membawa barang-barang tertentu dari tanah air, baik berupa bumbu-bumbu, makanan kecil, barang-barang lainnya yang diperlukan selama berhaji. Barang-barang tadi secara harga jelas lebih murah dibeli di Indonesia ketimbang di Saudi.

Ketiga, menyiapkan oleh-oleh sebelum berangkat haji

Lazim-nya orang timur, setelah bepergian jauh, pasti kita akan ditanya oleh-oleh sebagai tanda kasih dan sebagai cendera mata bagi sanak saudara dan tetangga sekitar rumah. Problem-nya justru, ketika oleh-oleh ini semua dibeli selama kita berhaji, pasti akan ada banyak masalah. Pertama soal biaya yang besar jumlahnya. Kedua kapasitas koper atau tas jamaah yang terbatas beratnya, dan Ketiga adalah adanya batasan jumlah yang diatur regulasi (seperti Kemenag dan bahkan bea cukai).

Untuk menghemat, serta mengurangi sejumlah masalah, persiapkan oleh-oleh sejak dini dengan membelinya terlebih dahulu di tanah air sebelum keberangkatan haji. Apalagi barang-barang besar seperti sajadah, gamis dan mainan anak-anak serta makanan-makanan khas seperti kurma, coklat, kismis dan lain sebagainya, kini telah banyak yang menjualnya di tanah air.

Keempat, menahan nafsu belanja, termasuk wisata kuliner

Esensi berhaji, bukan untuk wisata. Ini adalah penyempurna rukun Islam sekaligus sarana mendekatkan diri pada sang khaliq sekaligus menapaki jalan suci keluarga Ibrahim AS yang dilanjutkan perjuangannya oleh Rosulullah Muhammad SAW. Berhaji adalah juga ikhtiar menemukan jati diri seorang hamba yang sadar bahwa dirinya harus terus berubah ke arah yang lebih baik dengan terus Istiqomah menjalani kehidupan paska haji yang ia lakukan.

Saat berhaji, bisa jadi kita menemukan kesempatan menikmati kuliner beragam negara yang dijual di Arab Saudi, lebih tepatnya sekitar Madinah dan Mekkah. Namun bagi pecinta kuliner, Ibadah haji justru jangan menjebak-nya untuk terus menikmati proses eksplorasi makanan khas yang ada. Sesekali mencicipi makanan yang unik dan berbeda boleh saja, namun jangan sampai ia terjebak pada pemenuhan nafsu kuliner dan juga belanja-belanja barang-barang yang tak terlalu diperlukan.

Kelima, memperbanyak sabar dan rasa syukur

Menjadi tamu Allah SWT dalam proses haji, adalah sebuah kehormatan, juga sebuah kebaikan dari Allah SWT. Di tengah hal itu, semangat kita untuk bisa bersabar, sekaligus syukur harus selalu ditampakan di berbagai kesempatan. Salah satu yang dituntut dibuktikan adalah sabar dalam menerima beragam kenyataan selama proses berhaji. Mulai apa-apa harus antri, menerima apapun pemberian menu makan berikut lauknya, serta bersabar atas kendala atau halangan di tengah proses berhaji.

Leave your thought here

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: